Pada abad ke-7, diwilayah jawa
tengah pernah berdiri kerajaan mataram kunoyang bercorak hindu-budha kerajaan
mataram kuno diperkirakan berdiri sejak abad ke-8. Pada awal berdirinya
kerajaan ini berpusat di jawa tengah. Akan tetapi, pada abad ke-10 pusat
kerajan mataram kuno pindah ke jawa timur
Perpindahan kerajaan Mataram Kuno
disebabkan ole :
1.selama abad ke 7 samapi 9,
terjadi serangan dari sriwijaya ke kerajaan mataram kuno. Besarnya pengaruh
kerajaan sriwijaya itu menyebabkan kerajaan Mataram Kuno semakinterdesak ke
wilayah timur.
2.terjadinya letusan gunung
merapi yang dianggap sebagai tanda kehancuran dunia. Kemudian, letak kerajaan
di jawa tengah dianggap tidak layak lagi untuk ditempati
Letak Geografis
Kerajaan mataram kuno berada di
jawa tengah tepatnya diwilayah aliran sungai bogowonto, progo elo, dan bengawan
solo.
Sesungguhnya, pusat Kerajaan Medang pernah mengalami beberapa kali
perpindahan, bahkan sampai ke daerah Jawa Timur sekarang. Beberapa
daerah yang pernah menjadi lokasi istana Medang berdasarkan prasasti-prasasti
yang sudah ditemukan antara lain,
- Medang i Bhumi Mataram (zaman Sanjaya)
- Medang i Mamrati (zaman Rakai Pikatan)
- Medang i Poh Pitu (zaman Dyah Balitung)
- Medang i Bhumi Mataram (zaman Dyah Wawa)
- Medang i Tamwlang (zaman Mpu Sindok)
- Medang i Watugaluh (zaman Mpu Sindok)
- Medang i Wwatan (zaman Dharmawangsa Teguh)
Menurut perkiraan, Mataram terletak di daerah Yogyakarta sekarang. Mamrati
dan Poh Pitu diperkirakan terletak di daerah Kedu. Sementara itu,
Tamwlang sekarang disebut dengan nama Tembelang, sedangkan Watugaluh sekarang
disebut Megaluh. Keduanya terletak di daerah Jombang. Istana terakhir,
yaitu Wwatan, sekarang disebut dengan nama Wotan, yang terletak di daerah Madiun.
Kehidupan Politik
Pemerintahan Mataram Kuno dipimpin oleh seorang raja. Raja-raja yang pernah
memimpin adalah
- Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang
- Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Syailendra
- Rakai Panunggalan alias Dharanindra
- Rakai Warak alias Samaragrawira
- Rakai Garung alias Samaratungga
- Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya
- Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
- Rakai Watuhumalang
- Rakai Watukura Dyah Balitung
- Mpu Daksa
- Rakai Layang Dyah Tulodong
- Rakai Sumba Dyah Wawa
- Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
- Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya
- Makuthawangsawardhana
- Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Medang berakhir
Kehidupan Politik kerajaan Mataram Kuno dengan menjalin kerjasama dengan
kerajaan tetangga selain itu kerajaan Mataram kuno juga menggunakan sistem
perkawinan politik
Kehidupan
Perekonomian
Kegiatan kerajaan Mataram Kuno adalah bertani, berternak, berdagang, dan
menjadi pengrajin. Kegiatan perdagangan dilakukan dengan bergilir mengikuti
hari pasaran jawa. Barang-barang yang diperdagangkan adalah kapur barus,
rempah-rempah, gading dan emas
Kehidupan Sosial
Budaya
Kehidupan
sosial kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha membawa perubahan baru dalam kehidupan
sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Struktur sosial dari masa Kutai hingga
Majapahit mengalami perkembangan yang ber-evolusi namun progresif. Dunia
perekonomian pun mengalami perkembangan: dari yang semula sistem barter hingga
sistem nilai tukar uang.
Sumber-sumber
berita Cina mengungkapkan keadaan masyarakat Mataram dari abad ke-7 sampai ke-10.
Kegiatan perdagangan baik di dalam maupun luar negeri berlangsung ramai. Hal
ini terbukti dari ditemukannya barang-barang keramik dari Vietnam dan Cina.
Kenyataan ini dikuatkan lagi dengan berita dari Dinasi Tang yang menceritakan
kebesaran sebuah kerajaan dari Jawa, dalam hal ini Mataram.
Dari
Prasasti Warudu Kidul diperoleh informasi adanya sekumpulan orang asing yang
berdiam di Mataram. Mereka mempunyai status yang berbeda dengan penduduk
pribumi. Mereka membayar pajak yang berbeda yang tentunya lebih mahal daripada
rakyat pribumi Mataram. Kemungkinan besar mereka itu adalah para saudagar dari
luar negeri. Namun, sumber-sumber lokal tidak memperinci lebih lanjut tentang
orang-orang asing ini. Kemungkinan besar mereka adalah kaum migran dari Cina.
Dari
berita Cina diketahui bahwa di ibukota kerajaan terdapat istana raja yang
dikelilingi dinding dari batu bata dan batang kayu. Di dalam istana, berdiam
raja beserta keluarganya dan para abdi. Di luar istana (masih di dalam
lingkungan dinding kota) terdapat kediaman para pejabat tinggi kerajaan
termasuk putra mahkota beserta keluarganya. Mereka tinggal dalam perkampungan
khusus di mana para hamba dan budak yang dipekerjakan di istana juga tinggal
sekitarnya. Sisa-sisa peninggalan pemukiman khusus ini sampai sekarang masih
bisa kita temukan di Yogyakarta dan Surakarta. Di luar tembok kota berdiam
rakyat yang merupakan kelompok terbesar.
Kehidupan
masyarakat Mataram umumnya bersifat agraris karena pusat Mataram terletak di
pedalaman, bukan di pesisir pantai. Pertanian merupakan sumber kehidupan
kebanyakan rakyat Mataram. Di samping itu, penduduk di desa (disebut wanua)
memelihara ternak seperti kambing, kerbau, sapi, ayam, babi, dan itik. Sebagai
tenaga kerja, mereka juga berdagang dan menjadi pengrajin.
Dari
Prasasti Purworejo (900 M) diperoleh informasi tentang kegiatan perdagangan.
Kegiatan di pasar ini tidak diadakan setiap hari melainkan bergilir,
berdasarkan pada hari pasaran menurut kalender Jawa Kuno. Pada hari Kliwon,
pasar diadakan di pusat kota. Pada hari Manis atau Legi, pasar diadakan
di desa bagian timur. Pada hari Paking (Pahing), pasar diadakan di desa
sebelah selatan. Pada hari Pon, pasar diadakan di desa sebelah barat.
Pada hari Wage, pasar diadakan di desa sebelah utara.
Pada
hari pasaran ini, desa-desa yang menjadi pusat perdagangan, ramai didatangi
pembeli dan penjual dari desa-desa lain. Mereka datang dengan berbagai cara,
melalui transportasi darat maupun sungai sambil membawa barang dagangannya
seperti beras, buah−buahan, dan ternak untuk dibarter dengan kebutuhan yang
lain.
Selain
pertanian, industri rumah tangga juga sudah berkembang. Beberapa hasil industri
ini antara lain anyaman seperti keranjang, perkakas dari besi, emas, tembaga,
perunggu, pakaian, gula kelapa, arang, dan kapur sirih. Hasil produksi industri
ini dapat diperoleh di pasar-pasar tadi.
Sementara
itu, bila seseorang berjasa (biasanya pejabat militer atau kerabat istana)
kepada Kerajaan, maka orang bersangkutan akan diberi hak memiliki tanah untuk
dikelola. Biasanya tempat itu adalah hutan yang kemudian dibuka menjadi
pemukiman baru. Orang yang diberi tanah baru itu diangkat menjadi penguasa
tempat yang baru dihadiahkan kepadanya. Ia bisa saja menjadi akuwu (kepala
desa), senopati, atau adipati atau menteri. Bisa pula sebuah wilayah
dihadiahkan kepada kaum brahmana atau rahib untuk dijadikan asrama sebagai
tempat tinggal mereka, dan di sekitar asrama tersebut biasanya didirikan candi
atau wihar
Peninggalan Sejarah
Selain meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Kerajaan Medang juga membangun banyak candi, baik itu yang bercorak Hindu maupun Buddha. Temuan Wonoboyo berupa artifak emas yang ditemukan tahun 1990 di Wonoboyo, Klaten, Jawa Tengah; menunjukkan kekayaan dan kehalusan seni budaya kerajaan Medang.
Candi-candi peninggalan Kerajaan Medang antara lain, Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, dan tentu saja yang paling kolosal adalah Candi Borobudur. Candi megah yang dibangun oleh Sailendrawangsa ini telah ditetapkan UNESCO (PBB) sebagai salah satu warisan budaya dunia.